Foto Kompas oleh Eddy Hasbi

Saatnya Berinovasi
KOMPAS, Minggu, 8 November 2009 | 02:54 WIB
PHILLIP GOBANG

Inovasi sering dikaitkan dengan produk baru, temuan baru, teknologi baru, cara baru, model baru, aroma baru, atau hanya sekadar kemasan baru. Apakah hal-hal serba baru itu memberi nilai guna bagi konsumen atau meningkatkan nilai tambah bagi produsen? Apakah inovasi sudah cukup dengan memiliki kreativitas dan ide brilian?

Jawaban atas pertanyaan itu dipaparkan Avanti Fontana secara komprehensif dalam buku ini. Melalui studi literatur yang mendalam dan riset di sejumlah perusahaan global, penulis buku ini memformulasi berbagai konsep dan praktik manajemen inovasi serta penciptaan nilai dalam realitas individu, organisasi, dan masyarakat. Buku ini juga diperkaya dengan pengalaman sebagai pengajar dan coach untuk inovasi selama 10 tahun terakhir penulisnya.

Meski menitikberatkan sudut pandang ekonomi terhadap praktik inovasi dalam organisasi industri, penulis menyoroti pula berbagai dimensi lain yang saling terkait dalam proses inovasi di tingkat individu dan masyarakat. Di dalamnya termasuk manajemen pengetahuan kewirausahaan dan paradigma pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia.

Kecenderungan meningkatnya praktik inovasi pada organisasi, masyarakat, dan individu dewasa ini banyak dipicu berbagai tren perubahan dan pergeseran kondisi lingkungan eksternal, baik lingkungan umum maupun global. Antara lain, perubahan demografi, sosial-budaya, ekonomi, politik, hukum, teknologi, iklim bumi, hingga pergeseran lingkungan persaingan bisnis.

Organisasi, masyarakat, dan individu yang ingin berinovasi tidak cukup dengan pemicu eksternal. Mereka memerlukan perangkat penunjang internal. Salah satu faktor penting adalah pemimpin dan kepemimpinan. Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan. Para pemimpin dan manajer sebagai motor inovasi perlu membuka ruang untuk proses penciptaan nilai secara bersama (value co-creation) dengan tim, kelompok, dan unit-unit sejajarnya.

Pemicu berikut adalah kreativitas yang memungkinkan lahirnya ide baru, pengembangan baru, hingga cara baru diseminasi barang atau jasa yang dihasilkan. Yang tak kalah penting adalah paradigma kolaborasi. Jenis paradigma ini memadukan antara bisnis dan sosial yang menggeser paradigma kompetisi. Selanjutnya paradigma kolaborasi ini membangun jejaring komunikasi lintas batas serta merancang dunia baru pascamodernis dan post-bubble economy.

Fenomena perubahan dan pergeseran dewasa ini menandai suatu era inovasi dan penciptaan nilai dalam beragam dimensi kehidupan. Misalnya, hierarki dalam organisasi dan negara yang semakin berkurang relevansinya dengan bergesernya sentralisasi ke desentralisasi. Proses belajar-mengajar bergeser ke pendekatan student-centered learning. Perubahan gaya memimpin dan kepemimpinan dari directing ke coaching. Pusat perhatian pun bergeser dari autocratic leadership ke democratic leadership.

Aktivitas ekonomi dan bisnis pun mengikuti tuntutan individu dan personal. Produk dibuat lebih individualis, minimalis, atau diciptakan sedemikian rupa sehingga membangkitkan selera dan emosi tertentu. Bisnis masa kini dan masa depan sangat memerhatikan aspek feminitas, emosi, personal, sederhana, dan simbol. Pergeseran perhatian juga terjadi dari orientasi pada hasil ke orientasi pada proses.

Tak sekadar baru
Dari gambaran berbagai arah baru inovasi dewasa ini, Avanti Fontana merumuskan inovasi sebagai sukses ekonomi dan sosial berkat adanya pengenalan cara baru. Model baru ini merupakan kombinasi cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi output. Cara baru inilah yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen.

Definisi ini menjelaskan, inovasi tidak hanya berarti ”kebaruan” atau sesuatu yang bersifat baru. Bukan hanya barang, jasa, sistem produksi atau cara pemasaran baru. ”Kebaruan” itu perlu disertai dampak positif bagi konsumen dan produsen. Kebaruan harus menciptakan nilai guna bagi konsumen dan nilai tambah bagi produsen. Kebaruan juga harus menghasilkan sukses ekonomi dan sosial sebagai konsekuensi logis dalam konteks inovasi dan penciptaan nilai di tingkat individu, organisasi, dan masyarakat.

Pada titik ini, menurut penulis, inovasi belum tercapai bila hanya berhenti pada ide-ide brilian, kreativitas, dan invensi (penemuan). Dibutuhkan proses penciptaan nilai dalam inovasi yang menunjukkan betapa eratnya relasi antara produsen dan konsumen sebagai sebuah kolaborasi dan proses interaksi sosial. Dan, proses interaksi sosial ini perlu dikelola dengan baik agar menghasilkan manfaat besar bagi banyak pihak.

Keunikan buku ini, pada akhir setiap bab menampilkan skema simpulan, instrumen diagnosis, manajemen inovasi, dan saran aplikasi sesuai dengan tema yang dibahas. Penulis juga menggagas pendekatan coaching for innovation untuk memfasilitasi tim-tim inovator organisasi dalam menata kelola rantai nilai inovasi, yaitu: penggalian ide dan konsep, pengembangan atau implementasi ide menjadi produk, dan penyebaran produk di pasar.

Terbitnya buku ini patut disambut gembira, seperti diungkapkan lebih dari 30 pemberi testimoni dengan beragam latar belakang. Mereka antara lain beralasan, buku ini memberi penjelasan komprehensif tentang prinsip manajemen inovasi dan proses inovasi dengan paradigma kolaborasi dan kreativitas sosial. Para pemangku kepentingan dalam organisasi, masyarakat, dan individu dapat memanfaatkan buku ini sebagai acuan untuk berinovasi di lingkungannya.

Dalam konteks Indonesia saat ini, inovasi dapat menjadi pemicu untuk bangkit dari keterbelakangan dan keluar dari kubangan krisis. Untuk itu, cara pandang krisis yang reaktif, protektif, pesimistik, takut, dan panik perlu digeser dan diubah.

Perubahan cara pandang menjadi spiritus-katarsis yang responsif-proaktif, eksploratif, optimistis, kolaborasi, bebas dan kreatif, saling memercayai, serta cinta kepada semua ciptaan-Nya. Dengan demikian, suatu realitas yang lebih baik akan tercapai.

PHILLIP GOBANG Peneliti Center for Innovation Studies, Jakarta