PERSPEKTIF OPERASIONALISASI IKNI
“Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan.”

Seminar Program Pendidikan Reguler Angkatan L (PPRA ke-50) Lemhannas RI dengan judul Peningkatan Kualitas Pemimpin Tingkat Nasional guna Percepatan Pembangunan Nasional dalam rangka Peningkatan Daya Saing Bangsa telah diselenggarakan pada 22 Oktober 2013 bertempat di Lt 1 Gedung Panca Gatra Lemhannas RI. Seminar dibuka dan ditutup oleh Gubernur Lemhannas RI, Prof Dr Budi Susilo Soepandji DEA. Panitia Seminar ini adalah Peserta PPRA L yang berjumlah 79 orang.

Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan. Pemimpin tingkat nasional adalah pemimpin-pemimpin di jajaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta mereka yang berada di jajaran formal dan informal untuk menggerakkan dan mengarahkan potensi bangsa (segala sumber daya bangsa) menuju tercapainya cita-cita nasional sesuai tujuan nasional berasaskan landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional 1945, landasan visional Wawasan Nusantara, dan landasan konsepsional Ketahanan Nasional.

Frasa Daya Saing Bangsa dalam judul merujuk pada pengertian berikut ini. Daya Saing Bangsa merupakan keunggulan institusi, kebijakan, dan faktor yang memungkinkan suatu bangsa tetap produktif dalam jangka panjang dengan tetap pada saat yang sama memastikan adanya kestabilan sosial dan kelestarian lingkungan. Daya Saing Bangsa yang merujuk pada konsep keunggulan daya saing berkelanjutan ini mencakup tidak hanya keberhasilan secara ekonomi tetapi juga secara sosial (termasuk di dalamnya kelestarian lingkungan). Hal ini memungkinkan perwujudan pertumbuhan dan kemajuan suatu bangsa secara ekonomi dan sosial, yang sejalan dengan konsep pembangunan sosial yang menjunjung tinggi pembangunan nilai dan/atau kualitas hidup dengan variabel kerukunan, solidaritas, inklusi sosial, demokrasi dan kesejahteraan.

Naskah Seminar PPRA L ini dibahas oleh Dr Siti Nurbaya Bakar dan Prof Dr Paulus Wirutomo yang kemudian ditanggapi utamanya oleh Dr Budi W Soetjipto, Prof Dr Tamrin Amal Tomagola, dan Prof Dr Mudji Sutrisno SJ.

Simpulan seminar antara lain (1) menegaskan pentingnya mekanisme dan kriteria identifikasi, seleksi, dan pembinaan Pemimpin Tingkat Nasional; (2) Lemhannas RI memiliki Pusat Kajian Kepemimpinan Tingkat Nasional; (3) Lemhannas RI bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait di lingkungan NKRI melakukan survei kepemimpinan tingkat nasional sebagai instrumen pengambilan keputusan dalam rekrutmen, seleksi, dan pembinaan pemimpin tingkat nasional. Lebih jauh dari itu, Seminar PPRA L juga menyimpulkan pentingnya KADERISASI Pemimpin Tingkat Nasional dalam konteks Manajemen Talenta (Talent Management) (Budi Soetjipto) dan perlunya perubahan paradigma pembangunan NKRI dari yang sebelumnya lebih memperhatikan TANAH untuk mulai dari sekarang memperhatikan juga LAUT (Mudji Sutrisno). Indonesia sebagai negara kelautan. Pemimpin Tingkat Nasional harus mampu memikirkan, memvisikan, menerapkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang ‘akrab’ dengan laut, yang mengoptimalkan potensi kelautan Indonesia agar menjadi aktual. Selain itu, VISI Pemimpin Tingkat Nasional harus berpijak dan mengacu pada Pembukaan UUD 1945 (UUD NRI 1945) (Tamrin Tomagola).

Siti Nurbaya dalam bahasannya a.l. menggarisbawahi asas-asas demokrasi dalam implementasi kepemimpinan tingkat nasional. Dan dalam rangka rekrutmen pemimpin tingkat nasional, Siti Nurbaya menggarisbawahi pentingnya “kepakaran” sebagai Pemimpin Tingkat Nasional dan karenanya tidak bisa dilakukan dengan hanya polling massal. Paulus Wirutomo memulai bahasannya dengan “The Nation in Waiting” merujuk pada buku yang ditulis oleh Adam Schwarz (1999) berjudul “A Nation in Waiting: Indonesia’s Search for Stability.”

Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia

Selain hal-hal di atas, pembahas dan penanggap pun memberi catatan terhadap INDEKS KEPEMIMPINAN NASIONAL INDONESIA yang oleh Seminar PPRA L diangkat sebagai salah satu keluaran seminar.

IKNI dikeluarkan pertama kali pada tahun 2009 oleh Lemhannas RI sebagai kelanjutan Seminar PPRA XLII. Pada tahun 2013 ini, PPRA L menindaklanjuti IKNI (2009) dengan mencoba melakukan modifikasi sehingga IKNI dapat dioperasionalisasikan dan karenanya perlu memenuhi asas parsimoni dalam formulasi instrumen pengukuran yang mewakili variabel dan indikator yang betul-betul penting sebagai indikator KUALITAS PEMIMPIN TINGKAT NASIONAL.

Seminar PPRA L 22 Oktober mengajukan draft penyesuaian IKNI dari 41 elemen (IKNI 2009) menjadi 50 elemen (item) operasional, yang masih perlu ditinjau.

IKNI (2009) merumuskan empat faktor kualitas kepemimpinan yaitu:
o Faktor I Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Individual/Pribadi (2009:13-14) terdiri 10 elemen dan telah disesuaikan.
o Faktor II Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Sosial (2009:14-15) terdiri dari 11 elemen dan telah disesuaikan.
o Faktor III Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Institusional (2009:15-16) terdiri dari 14 elemen dan telah disesuaikan.
o Faktor IV Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Global (2009:16-17) terdiri dari 6 elemen dan telah disesuaikan.

Rancangan operasionalisasi IKNI yang disampaikan sebagai Lampiran pada Naskah Awal yang diseminarkan pada 22 Oktober lalu memiliki catatan, antara lain, sebagai berikut:

1. IKNI (2009) mengukur faktor input dalam proses pembangunan nasional. Pengukuran faktor input KEPEMIMPINAN dalam proses pembangunan diperlukan bahkan mendesak dewasa ini dan akan melengkapi indikator-indikator pembangunan yang lebih banyak merujuk pada indikator output dan outcome pembangunan seperti yang digunakan dalam Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Daya Saing Global.

• Modifikasi IKNI Tahun 2013 diharapkan memberi perspektif operasionalisasi IKNI sebagai salah satu instrumen rekrutmen pemimpin tingkat nasional dan mampu memproksi keberhasilan (percepatan) pembangunan nasional yang pada gilirannya meningkatkan keunggulan bangsa yang dapat dicerminkan dalam indikator pembangunan manusia (Indeks Pembangunan Manusia) dan indikator daya saing bangsa (Indeks Daya Saing Global yang dikeluarkan World Economic Forum) dan Indeks Inovasi Global (Insead) serta Indeks Pembangunan Nasional dan Indeks Daya Saing Nasional yang perlu dikembangkan oleh Lembaga-lembaga Kajian di Indonesia.

2. Setiap faktor IKNI terdiri atas lebih dari satu konsep atau variabel laten yang mau diukur.

3. IKNI (2009: 13-17) telah memberikan penjelasan yang penting tentang elemen-elemen penyusun faktor moralitas dan akuntabilitas individual, sosial, institusional, dan global.

4. Setiap faktor IKNI terdiri atas elemen-elemen indikator yang bisa mengukur variabel laten yang sama.

5. Setiap faktor IKNI terdiri atas elemen-elemen indikator yang bisa mengukur variabel laten yang sama.

6. Dalam rancangan awal Operasionalisasi IKNI ini, indikator-indikator diinterpretasikan atau diterjemahkan dari penjelasan-penjelasan faktor IKNI (2009: 13-17).

7. Dalam rancangan awal Operasionalisasi IKNI ini, Seminar PPRA L ini juga menambahkan variabel dan indikator yang dianggap perlu dalam kaitannya dengan “Peningkatan Kualitas Pemimpin Tingkat Nasional guna Percepatan Pembangunan Nasional dalam rangka Meningkatkan Daya Saing Bangsa.” Indikator-indikator IKNI diinterpretasikan langsung dari penjelasan-penjelasan faktor IKNI (2009).

8. Dalam rancangan awal Operasionalisasi IKNI ini, Seminar PPRA L ini juga mengeliminasi indikator yang dianggap tidak perlu karena sudah diwakili oleh indikator lain yang lebih tepat. Contoh indikator yang dieliminasi untuk IMA Sosial: “Mampu berinteraksi secara baik dengan lingkungan sekitarnya” (INTERAKSI). INTERAKSI telah diwakili oleh indikator-indikator seperti SIMPATI, APRESIASI, dan SOLIDARITAS.

9. Penelaahan lebih lanjut atas rancangan awal Operasionalisasi IKNI ini harus dilakukan sehingga dapat mengidentifikasikan variabel dan indikator yang masih tumpang tindih atau masih belum operasional dan merumuskan Model IKNI yang valid dan dapat diandalkan. Seminar PPRA L pada 22 Oktober 2013 ini menjadi salah satu kesempatan untuk memperoleh masukan penyempurnaan Rancangan Operasionalisasi IKNI ini.

Salam Inovasi,
Avanti Fontana